Mata bayi prematur
Diposting oleh :

Pemeriksaan Mata Bayi Prematur Butuh Waktu Berapa Lama?

Sejumlah konsekuensi kesehatan dapat dihadapi oleh bayi yang lahir prematur. Di antaranya saja yang terkait dengan kesehatan mata. Oleh sebab itu, pemeriksaan mata bayi prematur wajib dilakukan. Buat apa mata bayi prematur diperiksa? Lantas, kira-kira butuh waktu berapa lama untuk pemeriksaan mata bayi prematur ini?   

Apa itu Retinopathy of Prematurity?

Bayi yang prematur memiliki risiko untuk mengalami apa yang disebut sebagai Retinopathy of Prematurity [ROP], yaitu Kelainan Retina yang terkait dengan prematuritas.

Menurut dr. Alissa Devi Agustina, Sp.M,  dokter spesialis mata lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, yang disebut sebagai kelahiran bayi prematur yaitu kelahiran sebelum minggu ke-37 kehamilan. 

“Jadi, bayi-bayi yang lahir kurang dari 37 minggu biasanya kita sebut dengan prematur,” katanya.

Baca juga: Apakah Headset VR Aman untuk Mata

Dokter Alissa menyebutkan bahwa bayi prematur itu ada empat kategori, yaitu kurang bulan, prematur sedang, sangat prematur, dan prematur yang ekstrem.

“Pada bayi prematur ini kita memang wajib untuk dilakukan skrining ROP.  Akan tetapi, bayi yang berisiko tinggi terkena ROP adalah bayi yang sangat prematur yaitu kelahiran kurang dari 32 minggu dan prematur yang ekstrem yang kurang dari 25 minggu,” beber dokter Alissa.

Ia kemudian menjelaskan bahwa karena lahir secara prematur, otomatis kematangan organ-organ pada bayi tersebut belum sempurna, baik itu di paru-parunya, baik itu di telinganya maupun di matanya. “Oleh sebab itu, kita harus skrining tidak hanya di mata, tapi juga di telinga,” tutur dokter Alissa.

Pada mata bayi prematur sendiri, tambah dokter Alissa, biasanya yang perlu diskrining adalah retinanya atau lapisan saraf matanya.

“ROP sendiri adalah kelainan perkembangan pembuluh darah yang ada di Retina. Pada janin biasanya perkembangan pembuluh darah pada Retina itu dari tengah ke pinggir. Dari sentral ke perifer. Nah, pada bayi prematur biasanya yang bagian pinggir pembuluh darahnya itu belum muncul, atau biasa kita sebut dengan Retina imatur. Jadi, di Retina itu sendiri ada bagian yang sudah ada pembuluh darahnya tapi bagian pinggir pinggirnya belum ada pembuluh darahnya,” paparnya.

Baca juga: Tonometri Nonkontak, Alat Pengukur Tekanan Bola Mata

Dokter Alissa menegaskan bahwa ROP sendiri berpotensi menyebabkan kebutaan apabila sudah berat.

Kapan perlu skrining ROP mata bayi prematur

Menurut dokter Alissa, semua bayi prematur memang sebaiknya kita lakukan skrining ROP. “Tapi, yang berisiko sangat tinggi adalah

yang berat badan lahir yang kurang 1.500 gram atau yang usia kelahirannya kurang dari 30 minggu. Atau yang berat badan lahir 1.500 hingga 2.000 gram, dengan usia kelahiran lebih dari 30 minggu tapi dokter spesialis anaknya menyatakan bahwa anak ini berisiko,” sebutnya.

Bayi prematur yang memiliki risiko ROP, jelas dokter Alissa, biasanya yaitu pasien yang menggunakan oksigen jangka panjang, mengalami infeksi atau mengalami transfusi darah . “Nah, itu sebaiknya kita lakukan juga skrining ROP,” kata dokter Alissa.

Kapan kira-kira dilakukan skrining ROP? Apakah begitu bayi lahir langsung dilakukan skrining?

Dokter Alissa menyatakan bahwa kita harus pertimbangkan dulu kondisi stabilitas bayinya. Menurutnya, pada bayi yang usia kelahiran kurang dari 30 minggu, ketika bayi menginjak satu bulan itu, maka sebaiknya dilakukan skrining ketika kondisinya sudah stabil. Lalu, tambahnya, pada bayi yang usia kelahirannya lebih dari 30 minggu, sebaiknya ketika dia telah lahir dalam usia dua minggu sebaiknya dilakukan skrining.

“Dengan dilakukannya pemeriksaan, dokter mata akan menilai apakah bayi berada di stadium berapa ROP-nya. Apakah ada atau tidak ROP-nya,” jelas dokter Alissa.

Kalau tidak didapatkan ROP, sambungnya, berarti Retinanya hanya Retina imatur. “Belum matang yaitu adanya pembuluh darah di sentral, di bagian tengah. Tapi, bagian pinggirnya belum muncul pembuluh darah. Itu normal,” tegasnya.

Baca juga: 10 Kelainan pada Mata

Untuk Retina yang setelah dilakukan skrining diketahui tidak normal, dokter Alissa menyebutkan ada lima stadium yang kemungkinan bisa dialami dengan masing-masing ciri sebagai berikut:

  • Stadium pertama, adanya garis batas yang memisahkan area dengan pembuluh darah dan tanpa pembuluh darah pada Retina.
  • Stadium kedua, tampak peninggian garis batas yang memisahkan area dengan pembuluh darah dan tanpa pembuluh darah pada Retina.
  • Stadium ketiga, di batas area dengan pembuluh darah dan tanpa pembuluh darah mulai muncul pembuluh darah abnormal, neovaskularisasi, yang sifatnya rapuh mudah berdarah dan tidak jarang kita temukan jaringan fibrovaskular, semacam jaringan putih-putih.
  • Stadium keempat, karena ada tarikan dari jaringan fibrovaskular, membuat retina lepas sebagian pada mata bayi prematur.
  • Stadium kelima, terlepasnya seluruh lapisan Retina.

Pada kesempatan terpisah, dr. Fitria Romadiana, Sp.M, dokter spesialis mata dari Polimata RS Sarila Husada, Sragen, Jawa Tengah, mengatakan bahwa bayi yang lahir prematur dan mengalami ROP, Retinanya belum berkembang baik maskularisasinya. “Jadi, pembuluh darahnya, gitu, ya,” katanya.

Senada dengan dokter Alissa, dokter Fitria juga menegaskan bahwa bayi prematur harus segera diperiksakan ke dokter mata untuk memastikan adanya ROP atau tidak.

Baca juga: 6 Penyebab Mata Buram dari Mulai Kelainan Refraksi hingga Masalah Retina

“Dua minggu sekali biasanya di follow-up juga. Minimal Retinanya ini belum matur. Tapi kalau sudah mematur, bisa dicek satu bulan sekali sampai dia melebihi usia sekitar dua bulan biasanya. Setelah itu, dievaluasi lagi. Biasanya pada pasien-pasien dengan ROP ini seringkali disertai dengan kondisi Miopia,” jelas dokter Fitria.

Menurutnya, kalau ternyata dari hasil pemeriksaan itu Retinanya ternyata aman, maka setahun sekali tetap harus diperiksakan untuk melihat apakah anak ini memang perlu pakai kacamata atau tidak. 

bayi prematur terancam penyakit Retinopati Prematuritas
Bayi prematur terancam penyakit Retinopati Prematuritas

“Nanti, akan dilakukan pemeriksaaan kacamata yang tentunya memang tidak sama dengan orang dewasa. Dan jika memang dari hasil pemeriksaannya itu muncul diagnosa bahwa anak itu menderita Minus, Hipermetropia atau Plus, maka pada anak ini memang harus diberikan kacamata sedini mungkin,” papar dokter Fitria.  

Pengobatan ROP dan komplikasi mata bayi prematur

Dalam hal pengobatan, dokter Alissa menyebut bahwa pengobatan ROP dilakukan dengan beberapa cara, termasuk lewat bantuan laser fotokoagulasi, khususnya pada stadium-stadium tertentu. 

“Tapi, bisa regresi atau sembuh sendiri yaitu stadium satu dan stadium dua. Untuk suntikan VGEF biasanya ketika stadium ketiga. Jadi, kita menyuntikkan cairan langsung ke mata bayinya tersebut. Tapi, ini masih dalam penelitian,” jelas dokter Alissa.

Baca juga: Kerusakan pada Lensa Mata yang Harus Diwaspadai

Ia melanjutkan bahwa ada juga tindakan pembedahan untuk stadium empat dan lima jika Retinanya sudah terlepas.

Terkait komplikasi, dokter Alissa mengatakan bahwa komplikasi ROP dapat berupa Retina lepas, Katarak, dan Mata Juling.

“Karena Retinanya lepas, maka bisa terjadi Katarak dan mata juling,” simpulnya. 

Pemeriksaan rutin mata bayi prematur

Sahabat, memastikan bayi memiliki penglihatan yang normal wajib dilakukan. Kuncinya dengan melakukan pemeriksaan secara teratur.

Lebih-lebih pada bayi yang lahir prematur. Pemeriksaan mata bayi prematur bahkan perlu dilakukan sesegera mungkin untuk memastikan adanya ROP atau tidak.

Jika Anda memiliki pertanyaan lebih jauh mengenai mata bayi prematur, jangan sungkan untuk segera menghubungi kami untuk melakukan konsultasi dokter mata.

Anda yang ingin mengetahui seputar operasi Katarak dapat pula menghubungi kami.

Baca juga: Bagaimana Cara Mendapatkan Operasi Katarak Gratis 

Adapun mereka yang ingin memastikan prosedur, persyaratan, dan persiapan LASIK, jangan ragu untuk datang langsung ke klinik kami.

Untuk mengikuti update terkini kesehatan mata berikut layanan pengobatannya, silahkan simak dan ikuti kanal YouTube doktermata.co.id.

Sumber: dr. Alissa Devi Agustina, Sp.M dan dr. Fitria Romadiana, Sp.M 

Bagikan:

Berikan Komentar